Tukang Obat yang Tergerus Zaman


Tukang Obat yang Tergerus Zaman

Sekarang hobi baruku adalah pergi ke pasar di subuh hari. Sekitar jam 5 atau 5 lebih 15 menit waktu subuh, aku dengan semangat sudah berangkat ke pasar yang letaknya hampir 1 kilo dari rumahku. Selain sehat karena udarnyaa masih segar, juga suasananya tidak  seramai jam 6 pagi. Sudah lebih dari satu bulan ini, hampir setiap hari aku pergi ke pasar.
Ada hal menarik yang baru aku sadari beberapa hari terakhir ini, yaitu seorang bapak penjual obat. Bapak tersebut sudah berjualan sekitar 18 tahun yang lalu. Jadi teringat, ketika aku baru masuk sekolah,  aku sering diajak mamahku belanja ke pasar. Ada hal yang paling aku ingat saat itu, yaitu suara seorang bapak yang tiada henti-hentinya mengoceh tentang obat dan khasiatnya untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Bapak penjual obat itu menjadi primadona. Dengan mobil box yang pada saat itu masih menjadi barang mahal, menjajakan berbagai obat-obatan sambil terus menjelaskan kegunaannya untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Uniknya, bapak tersebut sudah menggunakan speaker yang cukup keras sehingga bisa terdengar di setiap sudat pasar. Tak heran jika mobil box yang berisi obat-obat itu selalu ramai dikelilingi pengunjung, baik yang akan membeli maupun sekedar mendengarkan.
Sepertinya bapak penjual obat itu selalu membawa untung dari hasil menjual obat-obatan tersebut. Tahun demi tahun berganti, aku yang saat itu sudah masuk sekolah dasar sudah jarang ke pasar, atau kalaupun ke pasar tidak menyadari kehadiran bapak penjual obat tersebut. Bahkan sampai aku masuk kuliah sepertinya aku tidak menyadarinya. Entahlah apakah itu masih berjualan atau tidak. Tapi sepertinya sudah sejak lama bapak itu pindah lokasi ke pasar yang lain.
18  tahun kemudian. Sampai suatu saat, ketika satu minggu yang lalu aku ke pasar lagi, aku baru menyadari ada bapak itu lagi dengan tetap konsisten berjualan obat. Namun sekarang, sangat jauh berbeda. Bapak itu, tidak lagi menggunakan mobil box nya untuk menjajakan obatnya seperti waktu dulu, namun menggunakan koper tua zaman jadul dengan warna hijau lumut. Bapak tersebut dengan suaranya yang khas dan tetap dengan speakernya walaupun tidak sekeras waktu dulu menjelaskan beberapa obat dan khasiatntya. Namun, aku perhatikan obatnya tidaklah seberagam dulu, hanya ada dua macam obat, yaitu obat untuk penyakit kulit seperti gatal-gatal, dan jenis obat untuk kaki pecah-pecah atau rorombeheun orang Sunda bilang. Karena bapak tersebut sudah lama menghilang dari pasar ini, jadinya bapak hanya berjualan di bawah jembatan, di tengah-tengah penyebrangan jalan, sehingga tempatnya sempit dan memang tidak layak untuk berjualan.
Sambil aku menyeberang jalan untuk pulang ke rumah, kulihat sekilas kondisi obat-obatan yang dijual bapak,  sepertinya bukan obat yang terpercaya, yang entahlah kapan masa kadarluarsanya. Emm…sepertinya tidak akan ada yang tertarik untuk membeli obat-obatan tersebut, malah yang ada orang pada takut.
Sepanjang jalan menuju rumah, aku jadi sedih melihat kondisi bapak itu. Bapak yang sekarang sudah cukup tua, selalu pakai jaket tebal, mungkin karena udara subuh cukup dingin bagi bapak, masih saja memaksakan diri untuk berjualan. Bapak itu pun terlihat capek. Hemm..jadi sedih melihatnya, sempat bertanya dalam hati, ke mana ya anak-anaknya?
       Selain itu, ada hal lain yang aku renungi yaitu 18 tahun berjualan obat, harusnya sudah semakin maju atau berkembang , namun ini sebaliknya, malah makin menurun. Mungkin keterbatasan pengetahun bapak tentang obat-obatan yang sekarang semakin maju, atau kalah persaingan, karena sekarang teknologi sudah canggih. Jualan obat bisa lewat facebook, website, iklan di tv dan lain-lain. Memang semuanya harus inovatif ya, agar tidak tergerus zaman.

17 mai 2012 3:52

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilarang Pacaran di Perpustakaan